![]() |
| Foto : Ketua DPD LSM Gaven Jambi, Ahmadtullah (kiri) dan mantan Kepala SMAN 14 Merangin (kanan). (ist) |
.
22/10/2025, Merangin Jambi – Dugaan penyimpangan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan pungutan liar (pungli) di SMAN 14 Merangin, Provinsi Jambi, terus bergulir dan kini menarik perhatian LSM Gebrakan Aktivis Independen (Gaven).
Ketua DPD Gaven Provinsi Jambi, Ahmadtullah, menegaskan bahwa kasus ini tidak bisa dibiarkan karena menyangkut uang negara dan hak pendidikan masyarakat.
Menurut Ahmadtullah, indikasi pungli dan korupsi di SMAN 14 Merangin sudah sangat kuat, terlebih dengan adanya laporan yang menyebut pungutan uang komite sebesar Rp95 ribu per bulan per siswa pada masa kepemimpinan kepala sekolah saat ini. Praktik pungutan serupa bahkan disebut sudah terjadi sejak masa kepala sekolah sebelumnya, dengan nominal mencapai Rp100 ribu per bulan.
“Ini bukan lagi sekadar kesalahan administrasi. Kalau pungutan dilakukan di luar ketentuan, bersifat wajib, dan tanpa dasar hukum yang jelas, maka itu pungli dan berpotensi tindak pidana korupsi pendidikan,” tegas Ahmadtullah.
Ahmadtullah menyebut, hasil penelusuran timnya menunjukkan komite sekolah tidak pernah dilibatkan secara resmi dalam penyusunan RKAS (Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah) maupun laporan penggunaan dana BOS.
Lebih mengejutkan lagi, terdapat dugaan bahwa tanda tangan ketua komite dipalsukan dalam dokumen penganggaran.
“Komite seharusnya menjadi mitra transparansi sekolah. Tapi di sini, komite bahkan tidak tahu-menahu soal RKAS, tidak pernah diundang, dan tanda tangannya diduga dipakai tanpa sepengetahuannya. Ini indikasi pemalsuan dokumen dan penyalahgunaan wewenang,” jelasnya.
Dari informasi yang diterima Gaven, pungutan uang komite dilakukan secara rutin dan terstruktur, dengan alasan untuk membantu kegiatan sekolah. Namun, tidak ada kejelasan mengenai mekanisme pengumpulan, penggunaan, maupun laporan pertanggungjawaban dana tersebut.
Ahmadtullah menegaskan, praktik semacam ini melanggar Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, yang secara tegas melarang komite maupun pihak sekolah memungut uang dari siswa atau wali murid secara wajib dan mengikat.
“Mau pakai istilah sumbangan atau komite, kalau sifatnya wajib dan tanpa dasar hukum, itu tetap pungli. Apalagi uangnya tidak jelas penggunaannya. Harus diusut sampai ke akar,” tegasnya lagi.
Selain pungli, Gaven juga menyoroti pengelolaan dana BOS di SMAN 14 Merangin yang dinilai janggal. Sejumlah pos anggaran seperti pengembangan perpustakaan, administrasi sekolah, dan kegiatan ekstrakurikuler tetap dianggarkan besar-besaran pada tahun 2020 dan 2021, padahal seluruh kegiatan belajar mengajar dilakukan secara daring karena pandemi COVID-19.
Menurut Gaven, pola penganggaran seperti itu mengindikasikan adanya mark-up dan penyimpangan penggunaan dana BOS.
Ahmadtullah menyebut, jika dana BOS digunakan tidak sesuai peruntukan, maka hal itu masuk dalam kategori penyalahgunaan jabatan dan pelanggaran Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.
Ahmadtullah menegaskan, pihaknya akan segera melayangkan laporan resmi ke Polda Jambi ataupun Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi jika kasus ini tidak segera ditindaklanjuti oleh APH setempat.
“Kalau APH setempat tidak berani menindak, kami akan bawa ke Polda Jambi atau Kejaksaan Tinggi Jambi. Negara tidak boleh membiarkan uang BOS diselewengkan dan wali murid diperas atas nama komite,” tegasnya.
Lebih lanjut, Gaven juga menilai sikap pihak sekolah yang meminta media membatalkan pemberitaan melalui seseorang yang mengaku Plt Kepala Sekolah, justru memperkuat dugaan bahwa ada upaya menutupi praktik korupsi dan pungli di tubuh sekolah tersebut.
“Permintaan membatalkan berita tanpa alasan hukum itu bentuk intervensi terhadap kebebasan pers. Justru semakin memperkuat dugaan bahwa ada sesuatu yang disembunyikan,” tambahnya.
Ahmadtullah menegaskan, Gaven akan terus mengawal kasus ini sampai tuntas, karena praktik korupsi di dunia pendidikan adalah pengkhianatan terhadap masa depan bangsa.
“Kalau dana BOS diselewengkan dan wali murid dipungut seenaknya, berarti pendidikan sudah kehilangan moralnya. Kami akan pastikan ini tidak berhenti di meja wacana,” tutup Ahmadtullah dengan tegas.
Red.
